Ujian semester lagi. Anak-anak kelas Dua Biologi Dua gemas.
Habis, jika ada upacara adat ini (konon sudah dilaksanakan turun temurun dan
kononnya lagi dimulai sejak Khu Bilai Khan pindah ke Stabat), anak-anak terkena
stres, walaupun untuk ujian ini kali diadakan hari sunyi selama tujuh hari
tujuh malam.
Untuk itu, anak-anak
mempersiapkan dirinya secara matang. Yang sudah rajin menghapal makin
rajin...membaca komik. Pagi menghapal. Siang, sore, malam sampai pagi kembali,
terus menghapal. Kian giatnya dalam menghapal, lupa dan gak ingat kalau do’i gak
pernah be a be selama tujuh hari.
Padahal yang dihapal sekedar just dua
kata, ya dan tidak.
Itu yang beneran mau ngadep ujian.
Yang lainnya? Ini juga termasuk sungguh-sungguh dalam menghadapi ujian.
Buktinya, mereka membuat secarik kertas kecil, lalu diisi dengan hal-hal yang
menurutnya akan keluar dalam ujian. Kalimat yang ditulisnya gak jauh beda dengan barisan semut yang
sedang menggotong seonggok roti.
Ada juga yang mau ngadep ujian ini dengan tenang-tenang bae. Ini golongan moderat. Hanya MOdal DEngkul dan uRAT karena
kenyataannya, walaupun rumahnya jauh, dengan semangat abu-abunya, dia tetap
pergi. Dia tetap datang. Biar capek karena kepanasan dan lelah karena lapar,
dia tetap datang. Padahal, kopean gak
buat. Apalagi menghapal, ih boro-boro.
Tapi teman, golongan ini adalah minoritas di Ruang Tujuh.
Di hari pertama, anak-anak kelas
dua masuk siang.
Dan, mari kita masuki Ruang
Tujuh.
*
Di Ruang Tujuh, anak-anak sudah
datang. Gak lain karena mereka udah diberi peringatan oleh Nani, sang
bendahara, “Siapa yang datangnya telat, lewat dari limit waktu yang udah ditentukan, walau nol koma detik,
dijamin gak bakalan dapet bantuan!”
Nani berbuat demikian karena
disuruh Yayan. Ya, ini siang, itu anak mau berkhutbah.
“Indonesia, akan alami KDM,
Korban Demi Moore bagi Kaum Hawa dan Korban Datuk Maringgih bagi Kaum Adam.
Padahal itu mah gosip yang jadi
kenyataan. Dan jelas sekali kita-kita ini adalah anak-anak ES EM A. Untuk itu
kita galang kesatuan. Kita buat perjanjian. Yang melanggar, kena sanksi harus
membayar uang kas terus-terusan tanpa mengenal hari pere dan libur”.
“Kenapa kita musti demikian?
Karena kita satu. Satu ngapal, ngapal semua. Satu nyontek, nyontek semua,
kecuali di ruang ini. Satu pintar, semuanya pintar. Satu gak naik, naik semuanya. Maka, aku minta, bila ada teman-teman yang
gak bisa jawab soal, silakan minta
pada yang udah bisa dan jangan kepada yang gak bisa. Begitu juga pada yang bisa ngejawab soal, dipersilakan untuk mengamalkan jawabannya pada yang gak bisa dan jangan pada yang udah ngejawab
soal. Bila terjadi sebaliknya, yang udah
ngejawab soal akan mengubah
jawabannya. Padahal, tiap detik dalam ujian kita adalah unit untuk menit.
Sangat berharga,” Yayan menghela nafas dalam-dalam.
“Teman-teman, aku juga minta,
kita harus bubaran bersama-sama. Di antara kita jangan ada yang pulang duluan
selagi masih ada yang belum selesai ngerjain
soal. Ok?”tanya Yayan.
“Kenapa kita lakukan itu
semua?”lanjut Yayan, “Agar di antara kita jangan ada yang gak naik. Kita harus berusaha dan mengusahakan agar semuanya naik.
Terkecuali bagi teman yang emang gak
mau naik, terseraaaah...”Yayan menutup khutbahnya.
Tapi sebelum duduk, “Mari kita
berdoa bersama-sama menurut agama dan kepercayaan masing-masing. Semoga Tuhan,
meridhoi kita semua. Aamiin!!!”Yayan mengusap wajahnya.
“Aamiin.”seru anak-anak.
*
Bel bernyanyi pedas, anak-anak
bergegas. Lalu duduk, walau sedikit malas. Seorang guru pengawas masuk,
anak-anak spontan berdiri. Sambil menunduk, mereka berujar, “Siang, Pak!!!”.
“Pagi, anak-anak!!!”sambut
beliau.
Anak-anak bengong.
“O, maaf. Siang,
anak-anak!!!”ralat sang pengawas.
Anak-anak kembali duduk.
“Maklumlah, bapak ini sukanya
masuk pagi. Jadi, ini hari bagi bapak serasa pagi. Hehe...”kata beliau sambil membagikan
lembar soal dan jawaban.
Anak-anak menyambutnya dengan
cengiran.
“Silakan kalen kerjakan. Pesan bapak, jangan mau kalen dikerjain soal-soal
itu, tapi kalenlah yang harus
mempermainkan soal-soal itu. Ngerti,
kan?”tanya sang pengawas.
Anak-anak membisu. Mereka udah anteng dengan ujiannya.
PE EM PE yang jadi santapan
pertama, dilahap anak-anak penuh gairah. Tentang pelajaran yang satu ini, kelas
dua biologi dua, jagonya. Bahkan pelajaran keduapun, Geografi, yang menurut
segelintir anak akan membuat kesulitan, dilahap laksana makan tahu, bagi yang
benar-benar menghapal. Alhasil, di hari pertama, anak-anak belum bertemu dengan
yang namanya kesulitan, baik besar maupun kecil, ringan atau berat. Komentar
mereka, “biasa-biasa saja aja.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar