Minggu, 22 Desember 2013

SATU


Ujian semester  lagi. Anak-anak kelas Dua Biologi Dua gemas. Habis, jika ada upacara adat ini (konon sudah dilaksanakan turun temurun dan kononnya lagi dimulai sejak Khu Bilai Khan pindah ke Stabat), anak-anak terkena stres, walaupun untuk ujian ini kali diadakan hari sunyi selama tujuh hari tujuh malam.

Untuk itu, anak-anak mempersiapkan dirinya secara matang. Yang sudah rajin menghapal makin rajin...membaca komik. Pagi menghapal. Siang, sore, malam sampai pagi kembali, terus menghapal. Kian giatnya dalam menghapal, lupa dan gak ingat kalau do’i gak pernah be a be selama tujuh hari. Padahal yang dihapal sekedar just dua kata, ya dan tidak.

Itu yang beneran mau ngadep ujian. Yang lainnya? Ini juga termasuk sungguh-sungguh dalam menghadapi ujian. Buktinya, mereka membuat secarik kertas kecil, lalu diisi dengan hal-hal yang menurutnya akan keluar dalam ujian. Kalimat yang ditulisnya gak jauh beda dengan barisan semut yang sedang menggotong seonggok roti.

Ada juga yang mau ngadep ujian ini dengan tenang-tenang bae. Ini golongan moderat. Hanya MOdal DEngkul dan uRAT karena kenyataannya, walaupun rumahnya jauh, dengan semangat abu-abunya, dia tetap pergi. Dia tetap datang. Biar capek karena kepanasan dan lelah karena lapar, dia tetap datang. Padahal, kopean gak buat. Apalagi menghapal, ih boro-boro. Tapi teman, golongan ini adalah minoritas di Ruang Tujuh.

Di hari pertama, anak-anak kelas dua masuk siang.
Dan, mari kita masuki Ruang Tujuh.
*
Di Ruang Tujuh, anak-anak sudah datang. Gak lain karena mereka udah diberi peringatan oleh Nani, sang bendahara, “Siapa yang datangnya telat, lewat dari limit waktu yang udah ditentukan, walau nol koma detik, dijamin gak bakalan dapet bantuan!”
Nani berbuat demikian karena disuruh Yayan. Ya, ini siang, itu anak mau berkhutbah.

“Indonesia, akan alami KDM, Korban Demi Moore bagi Kaum Hawa dan Korban Datuk Maringgih bagi Kaum Adam. Padahal itu mah gosip yang jadi kenyataan. Dan jelas sekali kita-kita ini adalah anak-anak ES EM A. Untuk itu kita galang kesatuan. Kita buat perjanjian. Yang melanggar, kena sanksi harus membayar uang kas terus-terusan tanpa mengenal hari pere dan libur”.

“Kenapa kita musti demikian? Karena kita satu. Satu ngapal, ngapal semua. Satu nyontek, nyontek semua, kecuali di ruang ini. Satu pintar, semuanya pintar. Satu gak naik, naik semuanya. Maka, aku minta, bila ada teman-teman yang gak bisa jawab soal, silakan minta pada yang udah bisa  dan jangan kepada yang gak bisa. Begitu juga pada yang bisa ngejawab soal, dipersilakan untuk mengamalkan jawabannya pada yang gak bisa dan jangan pada yang udah ngejawab soal. Bila terjadi sebaliknya, yang udah ngejawab soal akan mengubah jawabannya. Padahal, tiap detik dalam ujian kita adalah unit untuk menit. Sangat berharga,” Yayan menghela nafas dalam-dalam.

“Teman-teman, aku juga minta, kita harus bubaran bersama-sama. Di antara kita jangan ada yang pulang duluan selagi masih ada yang belum selesai ngerjain soal. Ok?”tanya Yayan.
“Kenapa kita lakukan itu semua?”lanjut Yayan, “Agar di antara kita jangan ada yang gak naik. Kita harus berusaha dan mengusahakan agar semuanya naik. Terkecuali bagi teman yang emang gak mau naik, terseraaaah...”Yayan menutup khutbahnya.

Tapi sebelum duduk, “Mari kita berdoa bersama-sama menurut agama dan kepercayaan masing-masing. Semoga Tuhan, meridhoi kita semua. Aamiin!!!”Yayan mengusap wajahnya.
“Aamiin.”seru anak-anak.
*
Bel bernyanyi pedas, anak-anak bergegas. Lalu duduk, walau sedikit malas. Seorang guru pengawas masuk, anak-anak spontan berdiri. Sambil menunduk, mereka berujar, “Siang, Pak!!!”.
“Pagi, anak-anak!!!”sambut beliau.
Anak-anak bengong.
“O, maaf. Siang, anak-anak!!!”ralat sang pengawas.
Anak-anak kembali duduk.
“Maklumlah, bapak ini sukanya masuk pagi. Jadi, ini hari bagi bapak serasa pagi. Hehe...”kata beliau sambil membagikan lembar soal dan jawaban.
Anak-anak menyambutnya dengan cengiran.
“Silakan kalen kerjakan. Pesan bapak, jangan mau kalen dikerjain soal-soal itu, tapi kalenlah yang harus mempermainkan soal-soal itu. Ngerti, kan?”tanya sang pengawas.
Anak-anak membisu. Mereka udah anteng dengan ujiannya.

PE EM PE yang jadi santapan pertama, dilahap anak-anak penuh gairah. Tentang pelajaran yang satu ini, kelas dua biologi dua, jagonya. Bahkan pelajaran keduapun, Geografi, yang menurut segelintir anak akan membuat kesulitan, dilahap laksana makan tahu, bagi yang benar-benar menghapal. Alhasil, di hari pertama, anak-anak belum bertemu dengan yang namanya kesulitan, baik besar maupun kecil, ringan atau berat. Komentar mereka, “biasa-biasa saja aja.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar